Bersyukurlah dengan Apa yang KAU Miliki
Add caption |
Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang
direktur bertanya pada supir pribadinya, "Bagaimana kira-kira cuaca hari
ini?" Si supir menjawab, "Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya
sukai" Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya
lagi, "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?"
Supirnya menjawab, "Begini, pak,
saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai,
karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan."
Jawaban singkat tadi merupakan wujud
perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan
bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia.
Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu
merasa kurang dan tak bahagia.
Ada dua hal yang sering membuat kita
tak bersyukur.
Pertama, kita sering memfokuskan diri
pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda
sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang
baik. Tapi Anda masih merasa kurang.
Pikiran Anda dipenuhi berbagai target
dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil
mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan
itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun
sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak
puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita
miliki, kita tak pernah menjadi "kaya" dalam arti yang sesungguhnya.
Mari kita luruskan pengertian kita
mengenai orang "kaya". Orang yang "kaya" bukanlah orang
yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka
miliki.
Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki
keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram.
Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita
miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki,
dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.
Pusatkanlah perhatian Anda pada
sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan
menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan,
"Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang
yang Anda nikahi." Ini perwujudan rasa syukur.
Ada cerita menarik mengenai seorang
kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah
lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap
ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.
Kedua yang sering membuat kita tak
bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang
lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada
orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan
lebih kaya dari kita.
Saya ingat, pertama kali bekerja saya
senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah.
Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan
di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang
memperoleh penghasilan di atas saya. Nyatanya, selalu saja ada kawan yang
penghasilannya melebihi saya.
Saya menjadi gemar berganta-ganti
pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya. Saya bahkan tak peduli
dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya
saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai
mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya.
Rumput tetangga memang sering kelihatan
lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua
pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil
menggumam, "Lulu, Lulu." Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan
masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, "Orang ini jadi gila
setelah cintanya ditolak oleh Lulu." Si pengunjung manggut-manggut, tapi
begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan
kepalanya di tembok dan berteriak, "Lulu, Lulu". "Orang ini juga
punya masalah dengan Lulu?" tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab,
"Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu."
Hidup akan lebih bahagia kalau kita
dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas
hati yang tertinggi. Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai
seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap
berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, "Saya mempunyai
dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup di tanah
seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa
dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan
berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga."
Komentar
Posting Komentar